Posted by : prayogi reksa Thursday 16 May 2013

Seorang  tukang  kayu  tua  bermaksud  pensiun  dari pekerjaannya di sebuah perusahaan  konstruksi  real  estate. Ia menyampaikan keinginannya tersebut pada pemilik perusahaan. Tentu saja, karena tak bekerja, ia akan kehilangan penghasilan bulanannya, tetapi keputusan itu sudah bulat. Ia merasa lelah.

Ia   ingin  beristirahat  dan  menikmati  sisa  hari  tuanya  dengan  penuh kedamaian  bersama  istri  dan keluarganya. Pemilik perusahaan merasa sedih kehilangan  salah  seorang pekerja  terbaiknya. Ia lalu memohon pada tukang kayu tersebut untuk membuatkan  sebuah rumah untuk dirinya.

Tukang  kayu  mengangguk  menyetujui  permohonan pribadi pemilik perusahaan itu. Tapi, sebenarnya ia merasa terpaksa. Ia ingin segera berhenti. Hatinya tidak  sepenuhnya dicurahkan. Dengan ogah-ogahan ia mengerjakan proyek itu. Ia  cuma menggunakan bahan-bahan sekedarnya. Akhirnya selesailah rumah yang diminta.  Hasilnya  bukanlah  sebuah  rumah  baik.  Sungguh sayang ia harus mengakhiri kariernya dengan prestasi yang tidak begitu mengagumkan.

Ketika pemilik perusahaan itu datang melihat rumah yang dimintanya, ia menyerahkan sebuah kunci rumah pada si tukang kayu.  "Ini adalah rumahmu," katanya, "hadiah dari kami."

Betapa  terkejutnya si tukang kayu. Betapa malu dan menyesalnya. Seandainya saja  ia  mengetahui bahwa ia sesungguhnya mengerjakan rumah  untuk dirinya sendiri,  ia  tentu  akan mengerjakannya dengan cara yang lain sama sekali. Kini  ia  harus  tinggal  di  sebuah  rumah  yang  tak  terlalu bagus hasil karyanya sendiri.

Itulah  yang terjadi pada kehidupan kita. Kadangkala, banyak dari kita yang membangun  kehidupan dengan cara yang membingungkan. Lebih memilih berusaha ala  kadarnya ketimbang mengupayakan yang baik. Bahkan, pada  bagian-bagian
terpenting  dalam  hidup  kita  tidak  memberikan yang terbaik.  Pada akhir perjalanan  kita  terkejut  saat  melihat  apa  yang telah kita lakukan dan menemukan diri kita hidup di dalam sebuah rumah yang kita ciptakan sendiri. Seandainya  kita  menyadarinya  sejak  semula kita akan menjalani hidup ini dengan cara yang jauh berbeda.

Renungkan  bahwa  kita  adalah  si tukang kayu. Renungkan rumah yang sedang kita   bangun.  Setiap  hari  kita memukul paku, memasang papan, mendirikan dinding  dan  atap.  Mari  kita selesaikan rumah kita dengan sebaik-baiknya seolah-olah  hanya  mengerjakannya  sekali saja dalam seumur hidup. Biarpun kita hanya hidup satu hari, maka dalam satu hari itu kita pantas
untuk hidup penuh keagungan dan kejayaan.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © roemah renabee - Metrominimalist - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -